Amanah Kerasulan - Bagian 2

Amanah Kerasulan


Bismillaahirrohmaanirrohiim

Coba perhatikan teks Al-Quran di bawah ini:

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
Laqod jaa-akum rasuulum min anfusikum 'aziizun 'alaihi maa 'anittum harii-tsun 'alaikum bilmu’miniina rouufur rahiim.
فَإِن تَوَلَّوْاْ فَقُلْ حَسْبِيَ اللّهُ لا إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
Fain tawallau faqul hasbiyalloohu laa-ilaaha illa huwa 'alaihi tawakkaltu wahuwa rabbul 'arsyil 'azhiim.

Artinya:

“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah “cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki Arasy yang agung” (Qs At-Taubah: 128-129)

Bagaimana kita bisa menjalankan amanah risalah kerasulan?

Teks ‘ar rasul” tidak menggunakan alif lam litta’rif tetapi menggunakan isim naqirah dan yang kedua ada kata ‘min anfusikum”. Anfus dalam bahasa Arab jama dari kata nafsun yang artinya diri. Nafsun kata tunggalnya (mufrod), jama-nya itu ada dua nufusun dan anfusun, kalau kita melihat kebiasaan orang Arab menggunakan kata nufus, begitu pula Al-Quran berbicara perbedaan ini.

Ketika nafsun di-jamakan nufus (diri) ini lebih kuat cenderungnya pada yang bersifat fisik tetapi kalau anfus cenderung kepada ruhani (batin/hati) ini menyangkut mentalitas, menyangkut karakteristik.

Akan tetapi ahli tafsir menafsirkan semua kompak menyimpulkan bahwa anfus itu nasab (keturunan) sangat jauh sebetulnya dari anfus ke nasab tetapi itulah tafsir dhahiriyah ayat yang bisa mudah dicerna, yang mudah dipahami tetapi kita tidak mau terjerat dengan tafsiran dhahiriyah itu dengan itu kita harus memahami dari dua sisi tafsir, yang satu lagi disebut tafsir ruhiyah.

Yang sangat jarang kita menemukan kitab-kitab khusus yang melihat kacamata ruhiyah dan ini butuh pengetahuan khusus, yaitu pengetahuan yang langsung dari Allah SWT.

Secara fisik Rasulullah SAW lahir dari keturunan bangsa Arab (kaum quraish) yang kaum ini terkenal dengan kebangsawanannya, quraish adalah kaum terhormat. Kita terjemahkan anfus itu nasab, bagaimana perjuangan Rasulullah SAW ujian yang dilewatinya bahkan pernah terjadi para sahabat saking beratnya menghadapi tantangan “mataa nasrullah.. mataa nasrullah” semuanya kompak “kapan pertolongan itu datang” disaat umat sudah sangat berat sekali menghadapi tantangan dan ujian.

Bagaimana perasaan Rasulullah SAW yang dilahirkan di tanah Mekah tiba-tiba harus hijrah ke Medinah, bagaimana perasaannya meninggalkan seluruh kerabat dekat? tidak ada satupun harta yang dibawa, istri dan anak ditinggalkan semuanya untuk berhijrah ke Medinah.

Karena nyatanya yang kita lihat bahwa mayoritas orang Mekah menolak kehadiran Rasulullah SAW yang membawa ajaran baru yaitu Islam. Bahkan saking kuatnya orang musyrik Mekah khawatir ada perubahan konsep, khawatir ada perubahan akidah sampai dikumpulkan kekayaan orang Arab dan dikumpulkan wanita-wanita tercantik di Arab ditawarkan kepada Rasulullah SAW.

“kalaulah engkau meminta kekayaan sebanyak-banyaknya sudah aku sediakan, kalaulah engkau meminta wanita tercantik di Arab sudah aku kumpulkan, kalaulah engkau minta menjadi raja yang paling kuasa di Arab telah aku setujui, tetapi satu hal yang aku minta berhentilah berdakwah”,

bagaimana Rasulullah SAW dengan lantang dan ringan menjawab, “Kalaulah gunung Uhud dijadikan emas lalu ditawarkan kepadaku maka aku tak akan pernah menerimanya, sebesar apapun yang kalian tawarkan kepadaku daripada aku harus berhenti menyampaikan risalah kerasulan aku tolak semua tawaran”.

Begitulah keteguhan seorang rasul, berpegang kepada keyakinan yang kokoh, tidak goyah, tidak takut, tidak pernah prihatin menghadapi tantangan yang begitu besar. Terasa sekali beban yang dilewati oleh Rasulullah SAW kalaulah kita cerita secara keseluruhan rasanya tidak cukup waktu bagaimana perjalanan yang dilewati oleh Rasulullah SAW karena sejarah yang sampai kepada kita hanya sebagian kecil yang kita terima.

Maka Allah SWT sendiri yang mengatakan “azzizun alaihi maa anittum” begitu berat kepada beliau apa yang menjadi beban kamu semua, sedemikian jahatnya bangsa Arab, sedemikian biadabnya bangsa Arab, jangankan melihat masyarakat lain bahkan saudara terdekat sekalipun, pamannya Abu Jahal, Abu Lahab adalah orang-orang pertama yang menentang Rasulullah SAW.

Sampai di kala Rasulullah SAW memberitahukan kepada semua masyarakat sepulangnya mi’raj Rasulullah SAW kemudian dikumpulkan masyarakat di lapangan. Abu Jahal berkata, “Muhammad, kalaulah benar kamu telah berangkat begitu jauh ke Sidratul Muntaha dalam waktu yang singkat, coba aku pengen tahu angkat kaki kirimu”, waktu itu Rasulullah SAW pun mengikuti perintah Abu Jahal, beliau mengangkat kaki kirinya. “Sekarang kaki kiri jangan diturunkan, angkat yang kanan”, Rasulullah SAW menjawab “tidak bisa Abu Jahal”.

Kerumunan masyarakat yang melihat tersebut semuanya menertawakan Rasulullah SAW, “betul-betul pendusta yang besar” kata Abu Jahal. Apakah Rasulullah SAW dikala itu pernahkah goyah dengan caci maki, fitnah, yang dilontarkan masyarakat pada saat itu? tidak pernah goyah, tidak pernah lapuk kehujanan, tidak pernah lekang kepanasan.

Apa sesungguhnya yang menjadi modal beliau sehingga semuanya bisa dilewati? Untuk tataran para nabi ujian yang ditimpakan Allah SWT umumnya sekitar 70 juta ulama apalagi seorang rasul. Beliau sebagai nabi terakhir berapa yang harus diterima? Seberapa berat? Tetapi itu semua betapapun sangat sakitnya perasaan, betapa sangat sesaknya dada untuk bernafas tetapi terus untuk berjalan membela dan mempertahankan keyakinan.

Kenapa beliau bisa melewati? Ini yang ingin kita pengen tahu. “Harii-tsun 'alaikum bilmu’miniina rauufur rahiim”, inilah modal beliau. Beliau rakus, tamak kepada kita semua, apa kerakusan yang melanda dada Rasulullah SAW? yaitu rauufur rahiim ini adalah kasih sayang yang begitu dalam bahkan mengalahkan dirinya, memikirkan umatnya supaya manusia bisa selamat bahkan di akhir hayatnya beliau tidak pernah membicarakan harta waris karena kekayaannya semua ludes, habis di infakkan untuk islam. BERSAMBUNG

Bandung, 13 Maret 2022

Penulis Naskah: Adam Qosim Kosasih Natsir
Editor: Madyo Sasongko
Sumber: Pengajian Ramadhan

#diujungzaman #kajianramadhan

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url