Belajar dari Pilgub Jakarta

pilkada

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Pilkada serentak gelombang kesatu sudah selesai pada tahun 2015 lalu. Dengan sejumlah pertimbangan teknis dan situasional di masing-masing daerah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Lembaga Resmi Penyelenggara Pemilihan Umum menetapkan Pilkada gelombang kedua yang akan dilaksanakan pada Rabu, 15 Februari 2017. Ada 101 daerah yang mengikuti Pilkada mendatang dengan rincian tujuh provinsi, 18 kota dan 76 kabupaten. Pilkada gelombang kesatu dinilai sukses dengan dukungan berbagai pihak termasuk awak media, baik media nasional maupun media sosial.

Adapun tujuh provinsi yang akan melaksanakan Pilkada di tahun 2017 nanti yaitu, Provinsi Aceh, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, Gorontalo, Sulawesi Barat dan Papua Barat. Untuk delapan belas kotanya yaitu, Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, Sabang, Tebing Tinggi, Payakumbuh, Pekanbaru, Cimahi, Tasikmalaya, Salatiga, Yogyakarta, Batu, Kupang, Singkawang, Kendari, Ambon, Jayapura dan Sorong. Dari tujuh provinsi itu, Provinsi Banda Aceh merupakan provinsi paling besar dengan jumlah kabupaten terbanyak dalam Pilkada mendatang. Kabupaten yang dimaksud di antaranya Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Jaya, Aceh Singkil, Aceh Barat, Aceh Raya, Aceh Tengah, Aceh Tamiang.

Pilkada serentak gelombang dua, adalah pesta demokrasi rakyat di tingkat daerah setelah pilres 2014 yang diselenggarakan secara langsung. Mudah-mudahan pilkada gelombang kedua nanti dapat menghasilkan para pemimpin daerah yang mempunyai integritas tinggi, sikap luhur nasionalisme, memiliki kapabilitas dan kapasitas wawasan kebangsaan yang dapat dipertanggungjawabkan serta tentu saja sikap kenegarawanan yang memberi suri teladan.

Yang paling menarik dari pilkada gelombang kedua adalah Pemilihan Gubernur yang diselenggarakan di DKI Jakarta, ibukota negara. Disebut menarik sebab incumbent Basuki Tjahaya Purnama memilih jalur independent bersama Teman Ahok yang sekarang disokong oleh Partai Politik Pendukung seperti Nasdem, Hanura, PAN dan PKB yang akan menyusul. Selain menarik karena dukungan terhadap pihak independent sangat massif, pilgub DKI Jakarta menjadi fenomena spesial yang menarik simpati dan perhatian elite politik, pengamat dan pemerhati serta masyarakat biasa, sebab Ahok bukan muslim.

Terlepas dari identitas dan status keagamaan ahok, ia merupakan pribadi yang menurut media adalah sosok yang jujur, punya integritas yang tinggi, keberadaannya diperhitungkan secara politis, rekam jejaknya cukup bersih, sekali lagi itu menurut laporan dan analisis dari berbagai media yang giat menayangkan sepak terjang serta kronologi sang gubernur DKI.

Dari sudut pandang ajaran Islam, pesan Quran Surat Ali Imran ayat 28, yang artinya: Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).

Membandingkan sepak terjang para pemimpin di luar Ahok yang penuh lilitan korupsi yang menyeret banyak politisi dari semua partai politik, baik yang besar maupun yang kecil, fenomena Ahok menjadi sebuah drama babak baru pelaksanaan sistem politik Indonesia. Dan opini publik digiring kepada satu titik fokus, siapa yang akan menang di pilgub Jakarta. Sebab Presiden Jokowi menjadi RI-1 setelah menjadi Gubernur DKI.

Bagi saya, fenomena Ahok adalah TAMPARAN KERAS dari Allah untuk mayoritas muslim di negeri ini. Allah menghendaki lahirnya generasi pemimpin muslim yang dapat melampaui kapasitas dan manajerial yang dimiliki Ahok. Jika pada tataran dunia, sudah teruji seorang Erdogan yang mampu membawa Turki menjadi negara muslim terkuat di Eropa. Daripada mencaci dan melempar batu ke lingkaran eksternal. lebih baik umat Islam lebih pandai bercermin, fokus pada evaluasi terhadap faktor-faktor internal yang menyebabkan keterpurukan, sehingga kepopuleran Ahok sekarang belum mendapat pesaing yang cukup tangguh. Dan saya yakin, dibalik fenomena Ahok ada kekuatan media yang memiliki agenda cerdas dan teramat canggih untuk menggiring opini publik, lalu akhirnya dengan berbagai cara mempengaruhi dan mendulang suara untuk kemenangan Ahok menjadi Gubernur Jakarta.

Di akhir zaman, semua keburukan akan ditampakkan. Setelah kemenangan kebenaran terhadap propaganda LGBT, jangan sampai Allah marah kepada bangsa ini dan memberikan azab yang pedih karena umat Islam tidak mempunyai konsep yang jelas tentang kepemimpinan di negeri nusantara ini. Rasanya sudah cukup waktu yang dihabiskan umat Islam ketika terlena dalam khilfafiyah masalah furu yang mungkin sekarang tinggal sisanya saja. Ada pekerjaan berat di pundak umat Islam agar mampu menjadi khoiru ummah atau generasi terbaik yang didambakan setiap zaman.

Sebagai bangsa kita tidak rela jika simbol negara dilecehkan oleh seorang artis bernama Saskia Gotik. Kata maaf berkali-kali tidaklah cukup untuk mengobati luka hati 250 juta lebih anak bangsa. Secara politik konsep negara bangsa yang diperjuangkan dengan darah, air mata dan nyawa kini sudah berubah arah menjadi negara demokrasi dengan kiblat barat, padahal kita banga timur. Secara ekonomi kita tidak punya kemerdekaan dan kedaulatan, kata gampangnya, kemakmuran dari sisi ekonomi belum dirasakan oleh seluruh warga negara, masih terdapat kantong-kantong kemiskinan di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Secara sosial dan budaya kita belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pola pikir dan gaya hidup kita masih didominasi pola pikir dan gaya hidup yahudi yang berorientasi pada kesuksesan dunia dan melupakan masa depan akhirat.

Akhirnya, saya berharap semoga umat Islam tidak terus terpedaya dengan tipu daya serta muslihat licik dari para konspirator global yang sekarang ini sedang berjuang habis-habisan mengadu domba, memecah belah Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan. Saya mohon maaf jika tulisan ini sangat tidak sempurna, namun berharap semoga dapat membuka ruang-ruang manfaat. Marilah kita berusaha memperkokoh sendi-sendi keislaman, keimanan, ketakwaan, ketauhidan serta kesadaran sebagai mayoritas muslim di Indonesia dengan terus berkarya didampingi munajat do’a kepada Allah, agar negeri ini menjadi negeri penuh kemakmuran yang didambakan di akhir zaman.

Sepertinya secangkit kopi cukup untuk menghangatkan pagi

Walloohu a’lam bishshowwaab

Bandung, 19 Maret 2016

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url