Budaya Rendah Hati yang Kian Terkikis di Bumi Pertiwi

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Rendah hati, budaya yang hilang dan kian terkikis dari negeri pertiwi ini, yang tersisa dan mengemuka lalu tampil di permukaan adalah tinggi hati dengan membeberkan prestasi duniawi yang tentu saja berlabel materi.

Budaya Rendah Hati yang Kian Terkikis di Bumi Pertiwi

Kita juga sudah lupa pada sikap bersahaja, sederhana, apalagi kawan atau saudara dan sahabat kita yang dipercaya menjadi pejabat negara, perubahan fisik otomatis terjadi, kemewahan dipertontonkan, padahal warga yang bertahun-tahun dalam kondisi papa di sekitarnya masih menderita, apatah lagi untuk punya rumah mewah dan kendaraan, untuk kepastian esok makan pun hanya mengandalkan sikap pasrah semata.

Sikap saling menasehati dalam kebenaran juga dalam kesabaran pun kini berada pada posisi yang jauh panggang dari api. Berita-berita penuh fitah merajalela, tak ketinggalan masing-masing pendukung para jago di elit pemerintahan mengumbar emosi seolah-olah manusia yang didukungnya adalah manusia sempurna tanpa sedikit pun cacat dan cela.

Tiga bulan ke depan, usia bangsa ini menginjak angka 71, angka yang cukup tua untuk seorang manusia, juga angka yang dewasa untuk sebuah bangsa merdeka. Namun nasionalisme sebagai bangsa yang berdaulat masih tersekat oleh prmordialisme kesukuan, ras dan agama, bahkan dalam perilaku politik ketiganya menjadi komiditas yang cukup efektif untuk menghantam dan membully saudara sebangsa yang berbeda.

Padahal generasi pendahulu kita pernah berikrar bersama, satu nusa, satu bangsa, satu bahasa Indonesia, yang kemudian pernah mempersatukan sikap patriotik dan heroisme tertinggi dalam sejarah perjuangan bangsa.

Padahal juga sebagai bangsa kita sudah mengalami berbagai tekanan, tantangan dan perjuangan yang panjang melawan penjajahan bangsa lain. Sejatinya sebagai bangsa yang besar kita semua dapat mewarisi nilai-nilai luhur perjuangan agar simpul-simpul nusantara kembali menguat dan kokoh sebagai satu bangsa.

Dan kita semua menyadari dan mengakui bahwa sumber daya bangsa ini teramat besar dan tidak cukup waktu untuk mensyukuri anugrah dan pemberian Tuhan. Bukanlah waktu yang tepat untuk memperkaya diri dan golongan tertentu saja, sebab bumi Indonesia ini adalah milik kita semua untuk tetap kita jaga kemakmurannya.

Walloohu a'lam

Bandung, 04 April 2016
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url