Tafsir Kata AL-MA’RUUF


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Baginda Rasulullah SAW bersabda

Kebaikan itu adalah salah satu dari sekian pintu surga, dan ia akan menghindarkan dari keburukan yang membinasakan. (HR Abu Syaikh dari Ibnu Umar dalam Kitab Mukhtarul Ahadits).

Tafsir Kata AL-MA’RUUF

Al-ma’ruf, demikian populer ketika bersanding dengan kata amar, amar ma’ruf, atau memerintahkan kebaikan. Kebaikan seperti apa yang dimaksud dalam hadits ini? Sebab kata khoir juga diterjemahkan sebagai kebaikan dan hasanah yang juga dimaknai dengan kebaikan.

Jika dibedah dengan ilmu asal usul pembentukan kata (shorof) maka kata al-ma’ruf terambil dari kata ‘arofa - ya’rifu – ‘urfan atau ‘arofatan – aa’rifun – ma’ruufun. Sebagai isim maf’ul, terjemahan kata al-maruuf yang paling tepat adalah sesuatu yang diketahui. Jadi al-ma’ruuf adalah kebaikan yang dikenal lebih dalam dan lebih jauh.

Kata al-ma’ruuf sangat dekat dengan kata ma’rifat atau ilmu mengenal lebih jauh atau mengenal lebih dalam. Jadi kalau ma’rifatullah adalah ilmu mengenal Allah lebih dalam dan lebih jauh, maka al-ma’ruuf adalah kebaikan yang mempunya manfaat atau maslahat yang lebih besar dan berdampak positif terhadap lingkungan kehidupan manusia dan sekitarnya.

Kata al-ma’ruuf juga berdekatan pengertiannya dengan kata ‘urf atau adat itiadat yang menjadi budaya sebuah kaum atau suku bangsa tertentu, sehingga istilah al-ma’ruuf didefinisikan sebagai sesuatu yang sifatnya baik menurut adat dan budaya lokal setempat dan tidak bertentangan dengan syari’at.

Membangun jalan atau jembatan untuk kepentingan umum termasuk al-ma’ruuf, membangun drainase untuk aliran air agar ketika hujan air dapat mengalir sampai jauh ke tempat yang lebih rendah juga disebut al-ma’ruuf. Contoh lainnya memperbaiki dan membersihkan lingkungan yang sudah menjadi budaya gotong royong masyarakat Indonesia sejak dahulu sampai sekarang juga termasuk al-ma’ruuf, atau kebaikan yang secara kultural memberi kemashlahatan dan secara syari’ah tidak bertentangan.

Padanan kata dalam Qur’an yang sering disebut adalah amar ma’ruf, atau memerintah kepada kebaikan. Al-ma’ruuf sebagai kebaikan bisa dilakukan secara individual atau kelompok, contoh al-ma’ruuf kecil yaitu menyingkirkan duri atau apa pun yang berada di jalan umum yang jika dibiarkan akan menimbulkan kecelakaan bagi pengguna jalan atau bahkan memacetkan lalu lintas sampai berjam-jam.

Al-ma’ruuf dalam skala besar dicontohkan dengan membangun infrastruktur transportasi seperti pelabuhan, bandara, jalan tol, jembatan penghubung dan sebagainya yang hanya bisa dilakukan oleh kelompok besar bernama pemerintah atau negara. Dalam hal ini sudah menjadi kewajiban dan bagian dari tugas dan fungsi pemerintah untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran kepada rakyatnya.

Al-ma’ruuf harus dikelola dengan penuh kebijakan yang baik dan mendatangkan kemaslahatan kepada umat. Para pelaku pembangunan baik dalam skala kecil maupun besar adalah para pelaku al-ma’ruuf, dan tentu saja penyelenggaraannya harus baik, tranparan, anggarannya tidak dikorupsi sehingga keutuhan al-ma’ruuf tidak ternodai kemaslahatannya dengan perilaku buruk para penyelenggaranya.

Kebalikan dari al-ma’ruuf disebut al-munkar, contohnya banyak, salah satunya minuman keras yang dengan tegas diharamkan oleh Qur’an karena keburukannya jauh lebih besar daripada kemaslahatannya, lihat dan amatilah dampak yang ditimbulkan oleh dilegalkannya minuman keras di negeri ini, bukan hanya banyak korban yang meninggal, tapi juga melahirkan lingkungan yang buruk bagi lingkungan sekitar, apatah lagi sungguh jauh dari keberkahan. Keburukan dari minuman keras melahirkan kejahatan, kekerasan dan kebejatan moral, sehingga untuk miras ini pemerintah bersama masyarakat harus melarangnya sebagai perwujudan dari nahyi munkar atau upaya untuk mencegah timbulnya kejahatan.

Baginda Rasulullah SAW mengisyaratkan nama pintu bernama Babul Ma’ruuf atau pintu kebaikan yang menjadi salah satu dari sejumlah nama pintu-pintu syurga. Babul Ma’ruuf adalah pintu gerbang yang akan dimasuki oleh para pecinta sekaligus pelaku al-ma’ruuf.

Indonesia terdiri dari ragam suku bangsa dan budaya, di dalamnya ada al-ma’ruuf sekaligus al-munkar yang tetap dipertahankan sebagai an sich ritual budaya tertentu yang memerlukan kajian lebih dalam agar konsep rahmatan lil ‘aalamiin terintegrasi membumi ke seluruh pelosok negeri milik Ibu Pertiwi. Jangan sampai kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang menjadi dan menghiasi sejarah kebangsaan bertentangan dengan syariat Islam. Tidak mudah memang membumikan konsep rahmat bagi semesta raya Indonesia di tengah ragam budaya dan aneka suku bangsa, namun tidak ada salahnya jika pemerintah bersama masyarakat terutama tokoh-tokoh agama melakukan kajian strategis tentang budaya bangsa agar potensi al-ma’ruufnya semakin berkembang dan potensi al-munkarnya semakin mengecil.

Dan lama kelamaan seiring dengan kemajuan zaman rahmat bagi semesta raya Indonesia meliputi langit nusantara, dan Indonesia menjadi negara yang marwah serta martabatnya diakui dunia, penyelenggaranya memiliki sifat integritas pribadi yang bertanggung jawab terhadap amanah yang berada di pundaknya, yang pada gilirannya nanti maghfirah Allah akan terus menjadi payung teduh bagi kehidupan semua warga negara Indonesia. Semoga saja.

Walloohu a’lam bishshowwaab

Bandung, 13 Januari 2018

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url